Sabtu, 09 November 2013

Mengenal Pajak Penghasilan Pasal 24

Pengertian PPh Pasal 24 adalah :
Pajak Penghasilan (PPh) mengatur tentang perhitungan besarnya Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan di luar negeri yang dapat dikreditkan atas seluruh wajib pajak dalam negeri.
Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri adalah pajak yang berkenaan atas usaha atau pekerjaan di luar negeri. Pajak atas penghasilan yang dibayarkan di luar negeri adalah pajak atas penghasilan dari modal dan penghasilan lainnya di luar negeri misalnya bunga, deviden, royalty.
Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, maka pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam tahun pajak yang sama.
Besarnya kredit pajak PPh Pasal 24 adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

  A.    TUJUAN PPh Pasal 24
Tujuan PPh Pasal 24 ini adalah meringankan pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
Metode yang digunakan pada pasal 24 ini adalah metode penggabungan penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan dari Indonesia.

B.     PENGGABUNGAN PENGHASILAN
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:
1.      Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis)
2.      Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis)
3.      Penggabungan penghasilan yang berupa deviden (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
4.      Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.
Contoh 1:
PT. Mandiri menerima dan memperoleh penghasilan netto dari sumber luar negeri dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.      Hasil usaha di negara Jerman dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 700.000.000,00
2.      Di negara Belanda, memperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di “ABC Corp.” Sbesar Rp 1.000.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2007 yang ditetapkan RUPS tahun 2007, dan dibayarkan tahun 2009
3.      Di negara Inggris, memperoleh dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% di “DEF Corp.” Sbesar Rp 2.000.000.000,00 saham tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek. Deviden tersebut berasal dari keuntungan saham 2008 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh tahun 2009
4.      Penghasilan berupa bunga semester II tahun 2009 sbesar Rp 500.000.000,00 dari Bangkok Bank di Thailand. Penghasilan tersebut baru akan diterima pada bulan April 2010
Penghasilan tersebut dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan PT Mandiri dari dalam negeri dalam tahun pajak 2009 adalah penghasilan pada angka 1, 2, dan 3. Sedangkan penghasilan pada angka 4 digabungkan dengan penghasilan PT Mandiri dari dalam negeri tahun pajak 2010.

C.    BATAS MAKSIMUM KREDIT PAJAK
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut:
1.      Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertepat kedudukan.
2.      Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bungan, royalti, atau sewa tersebut bertempat keudukan atau berada.
3.      Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak adalah negara tempat harta tersebut terletak.
4.      Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.
5.      Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6.      Penghasilan dari sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada.
7.      Keuntungan karena penghasilan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada.
8.      Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah diantara 3 unsur/perhitungan berikut ini:
1.      Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri.
2.      (Penghasilan luar negeri: Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17.
3.      Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri).
Contoh 2:
PT. Cemara memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.      Penghasilan dari luar negeri Rp 5.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 40%
2.      Penghasilan usaha di Indonesia Rp 3.000.000.000,00
Maka jumlah penghasilan netto adalah:
Rp 5.000.000.000,00 + Rp 3.000.000.000,00 = Rp 8.000.000.000,00
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut:
1.      PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah:
40% x Rp 5.000.000.000,00 = Rp 2.000.000.000,00
2.      (Rp 5.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00 = Rp 1.400.000.000,00
3.      PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp 8.000.000.000,00 x 28% = 2.240.000.000
Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar Rp 1.400.000.000,00.

D.    BATAS MAKSIMUM KREDIT PAJAK UNTUK NEGARA (PER COUNTRY LIMITATION)
Apabila penghasilan luar negara berasala dari beberapa negara, maka penghitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.
Contoh 3:
PT Darwati memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.      Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp 2.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 35% (Rp 700.000.000,00)
2.      Dinegara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 20% (200.000.000,00)
3.      Penghasilan usaha di Indonesia Rp 5.000.000.000,00
Perhitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
1.      Penghasilan luar negeri
a.       Laba di negara A                            Rp 2.000.000.000,00
b.      Laba di negara B                            Rp 1.000.000.000,00
Jumlah penghasilan luar negeri        Rp 3. 000.000.000,00
2.      Penghasilan dalam negeri Rp 5.000.000.000,00
3.      Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajaknya adalah:
Rp 3.000.000.000,00 + Rp 5.000.000.000,00 = Rp 8.000.000.000,00
4.      PPh terutang (menurut pasal 17) = Rp 8.000.000.000,00 x 28% = Rp 2.240.000.000,00
5.      Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:
a.       Untuk negara A:
(Rp 2.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00 = Rp 560.000.000,00
Pajak terutang di negara A sebesar Rp 700.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 560.000.000,00
b.      Untuk negara B:
(Rp 1.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000.000,00 = Rp 280.000.000,00
Pajak terutang di negara B sebesar Rp 200.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 200.000.000,00
6.      Jumlah kredit pajak luar negeri yang dikenakan adalah sebesar Rp 560.000.000,00 + Rp 200.000.000,00 = Rp 760.000.000,00

E.     RUGI USAHA DI LUAR NEGERI
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, tidak dihitung kerugian yang diderita di Luar Negeri.
Contoh 4:
PT Fiskal memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.      Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 35% (Rp 350.000.000,00)
2.      Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 20% (Rp 600.000.000,00)
3.      Di negara C, menderita kerugian sebesar Rp 2.000.000.000,00
4.      Penghasilan usaha di Indonesia Rp 4.000.000.000,00
Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
1.      Penghasilan luar negeri
a.       Laba di negara A                            Rp 1.000.000.000,00
b.      Laba di negara B                            Rp 3.000.000.000,00
c.       Laba di negara C                           Rp            -                 
Jumlah penghasilan luar negeri         Rp 4.000.000.000,00
2.      Penghasilan dalam negeri Rp 4.000.000.000,00
3.      Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajaknya adalah : Rp 4.000.000.000,00 + Rp 4.000.000.000,00 = Rp 8.000.000.000,00
4.      PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp 8.000.000.000,00 x 28% = Rp 2.240.000.000,00
5.      Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:
a.       Untuk negara A:
(Rp 1.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00 = Rp 280.000.000,00
Pajak terutang negara A sebesar Rp 350.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dikreditkan = Rp 280.000.000,00
b.      Untuk negara B:
(Rp 3.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00 = Rp 840.000.000,00
Pajak terutang di negara B sebesar Rp 600.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dikreditkan Rp 600.000.000,00
c.       Di negara C PT fiskal menderita kerugian sebesar Rp 2.000.000.000,00. Kerugian ini tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan penghasilan kena pajak. Kerugian ini juga tidak dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri.
6.      Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah: Rp 280.000.000,00 + Rp 600.000.000,00 = Rp 880.000.000,00

F.     PERUBAHAN BESARNYA PENGHASILAN DI LUAR NEGERI
Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Apabila karena pembetulan tersebut menyebabkan Pajak Penghasilan kurang dibayar, maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan sanksi bunga. Apabila karena pembetulan tersebut menyebabkan Pajak Pebghasilan lebih dibayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan uang pajak lainnya.
Contoh 5 :
PT. Global Prima di Jakarta memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.      Penghasilan Luar Negeri (tarif pajak 20%) Rp 1.000.000.000,00
2.      Penghasilan Dalam Negeri Rp 3.000.000.000,00
3.      Penghasilan Luar Negeri (setelah dikoreksi di luar negeri)Rp 2.000.000.000,00
4.      PPh Pasal 25 Rp    800.000.000,00
SPT 2009:
Penghasilan luar negeri                                      Rp 1.000.000.000,00
Penghasilan dalam negeri                                  Rp 3.000.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak                                   Rp 4.000.000.000,00 +

PPh Terutang (menurut pasal 17)                      Rp 1.120.000.000,00
Kredit Pajak Luar Negeri yang diperkenankan Rp (  200.000.000,00)
Harus bayar di Indonesia                                   Rp    920.000.000,00
PPh Pasal 25                                                 Rp (  800.000.000,00)
PPh Pasal 29                                                   Rp    120.000.000,00

Pembetulan SPT
Penghasilan luar negeri                                   Rp 2.000.000.000,00
Penghasilan dalam negeri                               Rp 3.000.000.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak                                Rp 5.000.000.000,00

PPh Terutang (menurut pasal 17)      Rp 1.400.000.000,00
Kredit Pajak Luar Negeri                 Rp (  400.000.000,00)
Harus dibayar di Indonesia               Rp 1.000.000.000,00
PPh Pasal 25                                   Rp (  800.000.000,00)
PPh Pasal 29 yang sudah disetor      Rp (  120.000.000,00)
Masih harus dibayar                         Rp      80.000.000,00

Terhadap PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp 80.000.000,00 tidak ditagih bunga.

G.    CARA MELAKSANAKAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibaya di luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri:
1.      Laporan keuangan dari hasil yang berasal dari luar negeri.
2.      Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri.
3.      Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.




DAFTAR REFERANSI


Mardiasmo, 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011, Penerbit Andi: Jakarta