Sabtu, 09 November 2013

Mengenal Pajak Penghasilan Pasal 24

Pengertian PPh Pasal 24 adalah :
Pajak Penghasilan (PPh) mengatur tentang perhitungan besarnya Pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan di luar negeri yang dapat dikreditkan atas seluruh wajib pajak dalam negeri.
Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri adalah pajak yang berkenaan atas usaha atau pekerjaan di luar negeri. Pajak atas penghasilan yang dibayarkan di luar negeri adalah pajak atas penghasilan dari modal dan penghasilan lainnya di luar negeri misalnya bunga, deviden, royalty.
Pada dasarnya Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, maka pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam tahun pajak yang sama.
Besarnya kredit pajak PPh Pasal 24 adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

  A.    TUJUAN PPh Pasal 24
Tujuan PPh Pasal 24 ini adalah meringankan pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri.
Metode yang digunakan pada pasal 24 ini adalah metode penggabungan penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan dari Indonesia.

B.     PENGGABUNGAN PENGHASILAN
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:
1.      Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis)
2.      Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis)
3.      Penggabungan penghasilan yang berupa deviden (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
4.      Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.
Contoh 1:
PT. Mandiri menerima dan memperoleh penghasilan netto dari sumber luar negeri dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.      Hasil usaha di negara Jerman dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 700.000.000,00
2.      Di negara Belanda, memperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di “ABC Corp.” Sbesar Rp 1.000.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2007 yang ditetapkan RUPS tahun 2007, dan dibayarkan tahun 2009
3.      Di negara Inggris, memperoleh dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% di “DEF Corp.” Sbesar Rp 2.000.000.000,00 saham tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek. Deviden tersebut berasal dari keuntungan saham 2008 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh tahun 2009
4.      Penghasilan berupa bunga semester II tahun 2009 sbesar Rp 500.000.000,00 dari Bangkok Bank di Thailand. Penghasilan tersebut baru akan diterima pada bulan April 2010
Penghasilan tersebut dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan PT Mandiri dari dalam negeri dalam tahun pajak 2009 adalah penghasilan pada angka 1, 2, dan 3. Sedangkan penghasilan pada angka 4 digabungkan dengan penghasilan PT Mandiri dari dalam negeri tahun pajak 2010.

C.    BATAS MAKSIMUM KREDIT PAJAK
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut:
1.      Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertepat kedudukan.
2.      Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bungan, royalti, atau sewa tersebut bertempat keudukan atau berada.
3.      Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak adalah negara tempat harta tersebut terletak.
4.      Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada.
5.      Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
6.      Penghasilan dari sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada.
7.      Keuntungan karena penghasilan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada.
8.      Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah diantara 3 unsur/perhitungan berikut ini:
1.      Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri.
2.      (Penghasilan luar negeri: Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17.
3.      Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri).
Contoh 2:
PT. Cemara memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.      Penghasilan dari luar negeri Rp 5.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 40%
2.      Penghasilan usaha di Indonesia Rp 3.000.000.000,00
Maka jumlah penghasilan netto adalah:
Rp 5.000.000.000,00 + Rp 3.000.000.000,00 = Rp 8.000.000.000,00
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut:
1.      PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah:
40% x Rp 5.000.000.000,00 = Rp 2.000.000.000,00
2.      (Rp 5.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00 = Rp 1.400.000.000,00
3.      PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp 8.000.000.000,00 x 28% = 2.240.000.000
Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar Rp 1.400.000.000,00.

D.    BATAS MAKSIMUM KREDIT PAJAK UNTUK NEGARA (PER COUNTRY LIMITATION)
Apabila penghasilan luar negara berasala dari beberapa negara, maka penghitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara.
Contoh 3:
PT Darwati memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.      Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp 2.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 35% (Rp 700.000.000,00)
2.      Dinegara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 20% (200.000.000,00)
3.      Penghasilan usaha di Indonesia Rp 5.000.000.000,00
Perhitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
1.      Penghasilan luar negeri
a.       Laba di negara A                            Rp 2.000.000.000,00
b.      Laba di negara B                            Rp 1.000.000.000,00
Jumlah penghasilan luar negeri        Rp 3. 000.000.000,00
2.      Penghasilan dalam negeri Rp 5.000.000.000,00
3.      Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajaknya adalah:
Rp 3.000.000.000,00 + Rp 5.000.000.000,00 = Rp 8.000.000.000,00
4.      PPh terutang (menurut pasal 17) = Rp 8.000.000.000,00 x 28% = Rp 2.240.000.000,00
5.      Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:
a.       Untuk negara A:
(Rp 2.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00 = Rp 560.000.000,00
Pajak terutang di negara A sebesar Rp 700.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 560.000.000,00
b.      Untuk negara B:
(Rp 1.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000.000,00 = Rp 280.000.000,00
Pajak terutang di negara B sebesar Rp 200.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 200.000.000,00
6.      Jumlah kredit pajak luar negeri yang dikenakan adalah sebesar Rp 560.000.000,00 + Rp 200.000.000,00 = Rp 760.000.000,00

E.     RUGI USAHA DI LUAR NEGERI
Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, tidak dihitung kerugian yang diderita di Luar Negeri.
Contoh 4:
PT Fiskal memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.      Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 35% (Rp 350.000.000,00)
2.      Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 20% (Rp 600.000.000,00)
3.      Di negara C, menderita kerugian sebesar Rp 2.000.000.000,00
4.      Penghasilan usaha di Indonesia Rp 4.000.000.000,00
Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
1.      Penghasilan luar negeri
a.       Laba di negara A                            Rp 1.000.000.000,00
b.      Laba di negara B                            Rp 3.000.000.000,00
c.       Laba di negara C                           Rp            -                 
Jumlah penghasilan luar negeri         Rp 4.000.000.000,00
2.      Penghasilan dalam negeri Rp 4.000.000.000,00
3.      Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajaknya adalah : Rp 4.000.000.000,00 + Rp 4.000.000.000,00 = Rp 8.000.000.000,00
4.      PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp 8.000.000.000,00 x 28% = Rp 2.240.000.000,00
5.      Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:
a.       Untuk negara A:
(Rp 1.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00 = Rp 280.000.000,00
Pajak terutang negara A sebesar Rp 350.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dikreditkan = Rp 280.000.000,00
b.      Untuk negara B:
(Rp 3.000.000.000,00 : Rp 8.000.000.000,00) x Rp 2.240.000.000,00 = Rp 840.000.000,00
Pajak terutang di negara B sebesar Rp 600.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang dikreditkan Rp 600.000.000,00
c.       Di negara C PT fiskal menderita kerugian sebesar Rp 2.000.000.000,00. Kerugian ini tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan penghasilan kena pajak. Kerugian ini juga tidak dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri.
6.      Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah: Rp 280.000.000,00 + Rp 600.000.000,00 = Rp 880.000.000,00

F.     PERUBAHAN BESARNYA PENGHASILAN DI LUAR NEGERI
Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan untuk tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Apabila karena pembetulan tersebut menyebabkan Pajak Penghasilan kurang dibayar, maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan sanksi bunga. Apabila karena pembetulan tersebut menyebabkan Pajak Pebghasilan lebih dibayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan uang pajak lainnya.
Contoh 5 :
PT. Global Prima di Jakarta memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2009 sebagai berikut:
1.      Penghasilan Luar Negeri (tarif pajak 20%) Rp 1.000.000.000,00
2.      Penghasilan Dalam Negeri Rp 3.000.000.000,00
3.      Penghasilan Luar Negeri (setelah dikoreksi di luar negeri)Rp 2.000.000.000,00
4.      PPh Pasal 25 Rp    800.000.000,00
SPT 2009:
Penghasilan luar negeri                                      Rp 1.000.000.000,00
Penghasilan dalam negeri                                  Rp 3.000.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak                                   Rp 4.000.000.000,00 +

PPh Terutang (menurut pasal 17)                      Rp 1.120.000.000,00
Kredit Pajak Luar Negeri yang diperkenankan Rp (  200.000.000,00)
Harus bayar di Indonesia                                   Rp    920.000.000,00
PPh Pasal 25                                                 Rp (  800.000.000,00)
PPh Pasal 29                                                   Rp    120.000.000,00

Pembetulan SPT
Penghasilan luar negeri                                   Rp 2.000.000.000,00
Penghasilan dalam negeri                               Rp 3.000.000.000,00 +
Penghasilan Kena Pajak                                Rp 5.000.000.000,00

PPh Terutang (menurut pasal 17)      Rp 1.400.000.000,00
Kredit Pajak Luar Negeri                 Rp (  400.000.000,00)
Harus dibayar di Indonesia               Rp 1.000.000.000,00
PPh Pasal 25                                   Rp (  800.000.000,00)
PPh Pasal 29 yang sudah disetor      Rp (  120.000.000,00)
Masih harus dibayar                         Rp      80.000.000,00

Terhadap PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp 80.000.000,00 tidak ditagih bunga.

G.    CARA MELAKSANAKAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibaya di luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri:
1.      Laporan keuangan dari hasil yang berasal dari luar negeri.
2.      Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri.
3.      Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.




DAFTAR REFERANSI


Mardiasmo, 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011, Penerbit Andi: Jakarta

Study Masyarakat Indonesia [INDONESIA SEBAGAI MASYARAKAT MAJEMUK]

Masyarakat majemuk sering diidentikan oleh orang awan sebagai masyarakat multikultural. Uraian dari Parsudi Suparlan dapat menjelaskan perbedaan tersebut. Masyarakat majemuk terbentuk dari dipersatukannya masyarakat-masyarakat suku bangsa oleh sistem nasional yang biasa dilakukan secara paksa (coercy by force) menjadi sebuah bangsa dalam wadah nasional.
Menurut clifford geertz masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi kedalam sub-sub sistim yang relatif berdiri sendiri-sndiri, dan setiap sub sistim terikat kepada sistimnya masing-masing oleh unsur-unsur yang bersifat primodial.
Walaupun Indonesia menurut Van Volenholen terdiri dari 19 hukum adat, tetapi pada dasarnya Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang bermukim di wilayah yang tersebar dalam ratusan pulau yang ada di Inonesia. Tiap suku bangsa ini memiliki ciri fisik, bahasa, kesenian, adat istiadat dan agama yang berbeda. Dengan demikian dapat dikatakan bangsa Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya. Beberapa aspek keberagaman budaya Indonesia antara lain suku, bahasa, agama dan kepercayaan, serta kesenian. Kekayaan budaya ini merupakan daya tarik tersendiri dan potensi yang besar untuk pariwisata serta bahan kajian bagi banyak ilmuwan untuk memperluas pengetahuan dan wawasan. Hal yang utama dari kekayaan budaya yang kita miliki adalah adanya kesadaran akan adanya bangga akan kebudayaan yang kita miliki serta bagaimana dapat memperkuat budaya nasional sehingga “kesatuan kesadaran “ atau nation bahwa kebudayaan yang berkembang adalah budaya yang berkembang dalam sebuah NKRI sehingga memperkuat integrasi.
Disatu sisi bangsa Indonesia juga mempunyai permasalahan berkaitan dengan keberagaman budaya yaitu adanya konflik yang berlatar belakang perbedaan suku dan agama. Banyak pakar menilai akar masalah konflik ialah kemajemukan masyarakat, atau adanya dominasi budaya masyarakat yang memilki potensi tinggi dalam kehidupan serta adanya ikatan primordialisme baik secara vertikal dan horisontal. Disamping itu kesenjangan antara dua kelompok masyarakat dalam bidang ekonomi, kesempatan memperoleh pendidikan atau mata pencaharian yang mengakibatkan kecemburuan sosial, terlebih adanya perbedaan dalam mengakses fasilitas pemerintah juga berbeda (pelayanan kesehatan, pembuatan KTP, SIM atau sertifikat serta hukum). Semua perbedaan tersebut menimbulkan prasangka atau kontravensi hingga dapat berakhir dengan konflik.
Sebuah masyarakat kota, mungkin tepat disebut sebagai masyarakat heterogen, sepanjang meskipun mereka berasal dari latar belakang SARA (sukubangsa, agama, ras, atau pun aliran/golongan-golongan) yang berbeda, tetapi mereka tidak mengelompok berdasarkan SARA tersebut. Heterogen lawan dari kondisi yang disebut homogen. Disebut homogen kalau anggota masyarakat berasal dari SARA yang secara relatif sama. Disebut heterogen kalau berasal dari SARA yang saling berbeda, namun –sekali lagi– mereka tidak mengelompok (tersegmentasi) berdasarkan SARA tersebut.
Selanjutnya, suatu masyarakat disebut multikultural, majemuk, atau plural apabila para anggota-anggotanya berasal dari SARA yang saling berbeda, dan SARA tersebut menjadi dasar pengelompokan para anggota masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdiri atas dua atau lebih kelompok etnis maupun sosial yang didasarkan pada SARA yang pada umumnya bersifat primordial, dan masing-masing mengembangkan subkultur tertentu. Interaksi antar-kelompok lebih rendah daripada interaksi internal kelompok. Bahkan, di dalam banyak masyarakat majemuk, struktur sosial yang ada sering bersifat konsolidatif, sehingga proses menuju integrasi sosialnya terhambat.

A.   Konsepsi Tentang  Masyarakat Majemuk

a.    Dr. Nasikun (2004)
Nasikun mengemukakan masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat dalam mana sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai suatu keseluruhan, kurang memiliki homogenitas atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk memahami satu sama lain.
b.    J.S. Furnival (1967)
Furnival mengemukakan bahwa masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok) yang secara kultural dan ekonomi terpisah –pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda satu sama lainnya. Menurut J.S. Furnival berdasarkan konfigurasi (susunannya) dan komunitas etniknya, masyarakat majemuk dibedakan menjadi empat kategori sebagai berikut:
1.     Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang
Di antara kelompok-kelompok yang ada, masing-masing mempunyai kekuatan kompetisi yang seimbang, tidak ada satupun kelompok yang dapat menguasai yang lain. Integrasi sosial sebagai sebuah masyarakat besar tidak mudah terjadi, kecuali kalau ada di antara kelompok-kelompok tersebut yang berhasil membangun koalisi lintas kelompok, misalnya lintas etnik yang membentuknya.

2.    Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan
Di antara kelompok-kelompok yang ada terdapat satu kelompok mayoritas dan berkuasa pada politik atau ekonomi sehingga posisi kelompok yang lain menjadi kecil.

3.    Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan
Di antara kelompok-kelompok yang ada terdapat satu kelompok yang minoritas mempunyai keunggulan kompetitif yang luas sehingga mendominasi kehidupan politik atau ekonomi masyarakat.

4.    Masyarakat majemuk dengan fragmentasi
Terdiri atas kelompok-kelompok kecil yang satu dengan yang lain saling terpisah dan sangat terbatas interaksi dan komunikasinya. Sama dengan konfigurasi kompetisi seimbang, masyarakat majemuk jenis ini pun integrasi sosial hanya dapat dicapai apabila terjadi koalisi lintas etnis.
c.    Clifford Greetz (1973: 105—157)
Menurtu Greetz, sedikitnya ada lima pencitraan atau penandaan yang sebenarnya diciptakan oleh masyarakat, namun dianggap sebagai pemberian Tuhan sejak manusia dilahirkan, yaitu:
1)    Ras
Panandaan identitas ras tidak hanya menunjuk pada atribut bilologis individu seperti warna kulit, raut wajah, perwatakan dsb, tetapi juga kualitas sosial, budaya, danpsikologis yang berhubungan dengan ciri tersebut.

2)    Bahasa
Jika suatu bahasa yang dominan, yakni digunakan etnis dominan, menggantikan bahasa lainnya, maka kemudian identitas etnis kelompok yang lebih lemah dengan sendirinya akan berubah.

3)    Daerah/wilayah geografis
Sebagai besar identitas etnis ditentukan oleh wilayah yang bukan hanya lingkungan vitual bagi mereka, tetapi juga merupakan tanah asal.


4)    Agama
Pada masyarakat yang kehidupan publiknya dipengaruhi oleh agama, maka agama dapat menjadi tanda yang menentukan etnisitas. Tetapi, pada masyarakat urban industri, identitas etnis tidak terlalu besar, dan kalaupun ada biasanya tidak terkait dengan sistem religi.

5)    Budaya
Indikator yang sering dipandang sebagai faktor-faktor yang disebutkan (bahasa, agama, dan organisasi sosial).

B.   Karakteristik Masyarakat Majemuk
Menurut Pierre L. Van den Berghe mengemukakan karakteristik masyarakat majemuk:

  1. Terjadi segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok subkebudayaan yang berbeda satu dengan yang lain
  1. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer
  1. Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggota-anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar
  1. Secara relatif seringkali mengalami konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain
  1. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi
  1. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lain

Parsudi Suparlan melihat adanya dua kelompok dalam perspektif dominan-minoritas, tetapi sulit memahami mengapa golongan minoritas didiskriminasi, karena besar populasinya belum tentu besar kekuatannya. Konsep diskriminasi sebenarnya hanya digunakan untuk mengacu pada tindakan-tindakan perlakuan yang berbeda dan merugikan terhadap mereka yang berbeda secara askripsi oleh golongan yang dominan. Yang termasuk golongan askripsi adalah suku bangsa (termasuk ras, kebudayaan sukubangsa, dan keyakinan beragama), gender , dan umur.

C.   Latar Belakang Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Terdapat tiga faktor utama yang mendorong terbentuknya kemajemukan bangsa Indonesia adalah:
1.    Latar belakang historis
Nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan (Cina Selatan) melakukan perjalanan hingga kepulau-pulau di Nusantara, perpindahan menggunakan jalur berbeda-beda. Jalur barat melalui Selat Malaka menuju Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Arah timur melalui Kepulauan Formosa atau Taiwan, sebelah selatan Jepang, menuju Filipina. Dari Filipina menuju Pulau Kalimantan, dari kalimantan menyebar ke Pulau Jawa dan Sulawesi.
2.    Kondisi geografis
Perbedaan kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau dengan relief beranekaragam dan satu dengan lainnya dihubungkan oleh laut dangkal, melahirkan suku bangsa yang beranekaragam pula, terutama pola kegiatan ekonomi dan perwujudan kebudayaan yang dihasilkan untuk mendukung kegiatan ekonomi tersebut.
Meskipun menurut sejarah, masyarakat Indonesia relatif berasal dari nenek moyang yang sama, tetapi karena keadaan geografiknya, akhirnya masyarakat Indonesia bersifat majemuk. Kondisi geografik yang menjadi penyebab kemajemukan masyarakat, adalah:
1.    Bentuk wilayah yang berupa kepulauan. Kondisi ini mengakibatkan, meskipun berasal dari nenek moyang yang sama, tetapi akhirnya mereka terpisah-pisah di pulau-pulau yang saling berbeda, sehingga masing-masing terisolasi dan mengembangkan kebudayaan sendiri. Jadilah masyarakat Indonesia mengalami kemajemukan ethnik atau sukubangsa.

2.    Letak wilayah yang strategis, di antara dua benua dan dua samudera, kondisi ini mengakibatkan Indonesia banyak didatangi oleh orang-orang asing yang membawa pengaruh unsur kebudayaan, antara lain –yang paling menonjol– adalah agama.

Kondisi ini mengakibatkan masyarakat Indonesia majemuk dalam hal agama. Lima agama besar dunia ada di Indonesia. Lima agama besar yang dimaksud adalah (1) Hindu (pengaaruh India), (2) Budha (pengaruh bangsa-bangsa Asia), (3) Katholik (pengaruh kedatangan bangsa portugis), (4) Kristen (pengaruh kedatangan bangsa Belanda), dan (5) Islam (pengaruh masuknya pedagang-pedagang dari Timur Tengah).


3.    Variasi iklim, jenis serta kesuburan tanah yang berbeda di antara beberapa tempat, misalnya daerah Indonesia bagian Timur yang lebih kering, tumbuh menjadi sukubangsa peternak, daerah Jawa dan Sumatra yang dipengaruhi vulkanisme tumbuh menjadi daerah dengan masyarajat yang hidup dari bercocok tanam. Variasi iklim dan jenis serta kesuburan tanah ini mengakibatkan masyarakat Indonesia majemuk dalam hal kultur, antara lain cara hidup.

Perbedaan-perbedaan kondisi geografis telah melahirkan berbagai suku bangsa, terutama yang berkaitan dengan pola kegiatan ekonomi mereka dan perwujudan kebudayaan mereka yang dihasilkan untuk mendukung kegiatan ekonomi tersebut, misalnya nelayan, pertanian, kehutanan, perdagangan dan lain-lain.

3.     Keterbukaan terhadap kebudayaan luar
Bangsa Indonesia adalah contoh bangsa yang terbuka. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pengaruh asing dalam membentuk keanekaragaman masyarakat di seluruh wilayah Indonesia yaitu antara lain pengaruh kebudayaan India, Cina, Arab dan Eropa. Bangsa-bangsa tersebut datang membawa kebudayaan yang beragam.
Daerah yang relatif terbuka, khususnya daerah pesisir, paling cepat mengalami perubahan. Dengan semakin baiknya sarana dan prasarana transportasi, hubungan antar kelompok masyarakat semakin intensif dan semakin sering pula mereka melakukan pembauran. Sedangkan daerah-daerah yang jauh dari pantai hanya terpengaruh sedikit, sehingga berkembang corak kebudayaan yang khas pula.

D.   Dampak Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Keanekaragaman masyarakat menimbulkan fenomena baru dalam masyarakat. Masalah yang Timbul Akibat Keanekaragaman dan Perubahan Kebudayaan:
1.    Konflik
Merupakan suatu proses disosiatif yang memecah kesatuan di dalam masyarakat. Perbedaaan dalam hal presepsi, selera, norma, dan sebagainya sehingga berpotensi konflik. Konflik terjadi apabila unsur yang saling berbeda tidak daat saling menyesuaikan diri.

Meskipun demikian konflik tidak selamanya negatif, adakalanya dapat menguatkan ikatan dan integrasi. Contoh konflik yang positif misalnya sering disengaja dalam suatu diskusi agar perbedaan pendapat tentang sesuatu hal dapat dikemukakan secara terbuka dan diterima oleh semua orang. Dari konflik ini, hal-hal yang tadinya belum jelas menjadi lebih jelas, yang belum sempurna akan disempurnkan, bahkan kesalahan-kesalahan dapat di diperbaiki.

Adapun sumber konflik antar suku bangsa dalam negara berkembang seperti Indonesia, paling sedikit ada lima macam yakni:
1.    jika dua suku bangsa masing-masing bersaing dalam hal mendapatkan lapangan mata pencaharian hidup yang sama
2.    jika warga suatu suku bangsa mencoba memasukkan unsur-unsur dari kebudayaan kepada warga dari suatu suku bangsa lain
3.    jika warga satu suku bangsa mencoba memaksakan konsep-konsep agamanya terhadap warga dari suku bangsa lain yang berbeda agama
4.    jika warga satu suku bangsa berusaha mendominasi suatu suku bangsa secara politis
5.    potensi konflik terpendam dalam hubungan antar suku bangsa yang telah bermusuhan secara adat

Berkaitan dengan perbedaan identitas dan konflik sosial muncul tiga kelompok sudut pandang yang berkembang, yaitu:
1.    Pandangan Primordialisme
Kelompok ini menganggap perbedaan-perbedaan yang berasal dari genetika seperti suku, ras, agama merupakan sumber utama lahirnya benturan-benturan kepentingan etnis maupun budaya.

2.    Pandangan Kaum Instrumentalisme
Menurut mereka, suku, agama, dan identitas yang lain dianggap sebagai alat yang digunakan individu atau kelompok untuk mengejar tujuan yang lebih besar baik dalam bentuk materiil maupun nonmateriil.

3.    Pandangan Kaum Konstruktivisme
Kelompok ini beranggapan bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku, sebagaimana yang dibayangkan kaum primordialis. Etnisitas bagi kelompok ini dapat diolah hingga membentuk jaringan relasi pergaulan sosial. Oleh karena itu, etnisitas merupakan sumber kekayaan hakiki yang dimiliki manusia untuk saling mengenal dan memperkaya budaya. Bagi mereka persamaan adalah anugerah dan perbedaan adalah berkah.
Kenyataan ini menjadikan suatu tantangan baru bagi bangsa untuk mewujudkan masyarakat multikultural yang damai. Upaya membangun Indonesia yang multikultural dapat dilakukan dengan cara dan langkah yang tepat. Pertama menyebarkan konsep multikulturalisme secara luas dan memahamkan akan pentingya multikulturalisme bagi bangsa Indonesia, serta mendorong keinginan bangsa Indonesia pada tingkat nasional maupun lokal untuk mengadopsi dan menjadi pedoman hidupnya. Kedua, membentuk kesamaan pemahaman di antara para ahli mengenai makna multikulturalisme dan bangunan konsep-konsep yang mendukungnya. Ketiga, berbagai upaya dilakukan untuk dapat mewujudkan cita-cita ini.

2.    Integrasi
Adalah dibangunnya interdependensi (kesalingtergantungan) yang lebih rapat dan erat antara bagian-bagian dari organisme hidup atau antara anggota-anggota di dalam masyarakat sehingga menjadi penyatuan hubungan yang diangap harmonis.

Faktor-faktor yang mendukung integrasi sosial di Indonesia:
1)    Adanya penggunaan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia telah menjdi bahasa pemersatu yang dipelajari, digunakan, dan bahkan dijadikan sebagai simbol kebanggaan warga negara Indonesia.
2)    Adanya semangat persatuan dan kesatuan dalam satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air Indonesia sehingga diharapkan tidak ada satu suku bangsa pun yang ingin memisahkan diri dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3)    Adanya kepribadian dan pandangan hidup kebangsaan yang sama, yaitu Pancasila.
4)    Adanya jiwa dan semangat gotong royong yang kuat serta rasa solidaritas dan toleransi keagamaan yang tinggi.
5)    Adanya rasa senasib sepenanggungan akibat penjajahan yang lama diderita oleh seluruh bangsa di Indonesia.

3.    Disintegrasi
Disebut pula disorganisasi, merupakan suatu keadaan dimana tidak ada keserasian pada bagian-bagian dari suatu kesatuan. Agar masyarakat dapat berfungsi sebagai organisasi harus ada keserasian antar bagian-bagian.

4.    Reintegrasi
Disebut juga reorganisasi adalah suatu proses pembentukan norma-norma dan nilai-nilai baru agar serasi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan.

E.    Alternatif Pemecahan Masalah Akibat Kemajemukan di Indonesia
Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat keanekaragaman dan perubahan kebudayaan, yaitu melalui berbagai pola hubungan yang terdapat dalam masyarakat majemuk
1.    Asimilasi
Asimilasi ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbadaan yang terdapat di antara indivisu atau kelompok dalam masyarakat. Asimilasi mudah terjadi apabila didorong oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1)    Toleransi terhadap kebudayan yang berbeda dengan kebudayaan sendiri melaui proses akomodasi yaitu suatu proses untuk meredakan pertentangan atau konflik untuk mencapai kesetabilan sosial.
2)    Tiap-tiap individu dan kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam ekonomi.
3)    Diperlukan sikap saling menghargai terhadap kebudayaan yang didukung oleh masyarakat lain. Masing-masing pihak mengakui kelemahan-kelemahan dan kelebihan-kelebihan kebudayaan masing-masing.
4)    Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa di masyarakat dengan memberikan kesempatan dalam pendidikan, kesehatan, politik dan penggunaan fasilitas umum.
5)    Pengetahuan tentang persamaan-persamaan unsur kebudayaan yang berlainan dan mendekatkan masyarakat pendukung kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.
6)    Perkawinan campuran akan menyatukan dan mengurangi perbedaan.

2.    Self-segretion (Pemisahan Diri)
Ketika suatu kelompok etnis mengasingkan diri dari kebudayaan mayoritas. Dengan mengasingkan diri, interaksi kelompok menjadi sedikit sekali, atau bahkan tidak ada sehingga potensi timbulnya konflik antara kelompok tersebut menjadi kecil. Langkah ini kurang cocok diterapakan di Indonesia karena banyaknya etnis (suku bangsa) yang ada.

3.    Integrasi
Ketika kelompok-kelompok etnis yang semula berbeda-beda mulai beradaptasi terhadap kebudayaan mayoritas yang ada dalam masyarakat.

4.    Pluralisme
Suatu masyarakat dimana kelompok-kelompok subordinat tidak harus mengorbankan gaya hidup dan tradisi mereka, bahkan kebudayaan kelompok tersebut memiliki pengaruh terhadap kebudayaan masyarakat secara keseluruhan.